Trouma In Love Bagian 3

Band yang ditunggu-tunggu telah lengkap personilnya dan merekapun menampilkan aksi mereka yang membuat siswi-siswi histeris.
Angga melihatku berjalan dan ia menyuruhku untuk masuk ke sebuah ruangan yang lumayan berantakkan karena terdapat banyak peralatan yang akan digunakan untuk aksi panggung selanjutnya.
“Val, kamu di sini dulu ya. Aku gak mau kamu jatuh karena kebanyakan berjalan di lantai yang agak licin.”, lagi-lagi Angga sangat perhatian terhadapku.
“Eh, ada Valen. Apa kabar ?”, tiba-tiba ada seorang cewek bertubuh semamapai menghampiriku dan mengajakku bersalaman.
“Udah lama ya kita gak pernah kayak gini ?”
“Maaf sepertinya kita gak saling kenal deh”, jawabku bingung.
“Wow. Kamu lupa sama aku ?”, tanyanya sambil menyunggingkan senyum sinis padaku.
“Tapi kamu gak akan lupa donk sama cewek yang ada di pesta ulang tahun Vino 2 tahun lalu kan ?”
Ya Ampuun. Mana mungkin aku gak inget sama cewek yang dengan bangganya merebut pacarku dan membuatku malu di depan banyak orang 2 tahun lalu. Mau apa dia kesini dan kenapa dia bisa ada di sekolahku.
“Sepertinya selama ini kamu gak pernah sadar ya kalo aku satu sekolah sama kamu ?”
“Kamu mau apa ? Belum cukup puas bikin aku malu di depan orang banyak ?”, tambah aku dengan nada sedikit tinggi.
“Tenang tenang Aku kesini cuma kebetulan ketemu kamu aja kok. Niat utama aku kesini cuma mau ketemu orang yang lebih baik dari Vino kamu itu.”, ujar cewek itu sambil tertawa dan keluar ruangan.
Sial. Mimpi apa aku sampai bisa ketemu orang yang jelas-jelas bikin aku malu.
“KEREEEEEN”, teriak seseorang yang tiba-tiba membuka pintu dan masuk bersama temannya sambil berbicara dan tertawa. Mereka membawa gitar dan keringat mengucur deras di tubuhnya.
“Kamu yang tadi aku tabrak ya ?”, salah seorang dari mereka mendatangi aku dan berdiri tepat di depanku yang sedang duduk manis di sofa.
“Maafin aku ya tadi aku buru-buru, aku nyesel gak hati-hati padahal aku tau kamu sedang sakit. Aku mau tanggung jawab sama kamu seperti yang aku ucapkan tadi ketika menabrak kamu.”
“Tunggu deh.aku bingung. Kamu siapa sih kok dateng-dateng keringetan gitu?”
“ZIAN. Balik Duluan yuk. Laper nih.”, teriak yang lain.
“Kamu ikut aku”, tanpa pikir panjang ia memapahku untuk mengikutinya. Aku ingin menolak tapi keadaan tidak mendukung
***
Ternyata cowok yang menabrakku tadi adalah Zian yang katanya sih bassis Band Outers. Aku tahu dia merasa bersalah makanya sepanjang perjalannan sampai ke café tempat kami berada sekarang dia selalu bertanya tentang keadaanku. Bahkan kadang dia bercerita sambil tertawa sedangkan aku yang mulai malas ketika mengetahui bahwa orang yang berhubungan dengan dirinya adalah seorang anak band yang sangat di gila-gilai teman-temannya. Aku tidak ingin membuka pembicaraan yang lebih dalam karena sewaktu kenalan dengan Vino beberapa tahun lalu kejadian hampir mirip dengan kejadian saat ini tapi yang membedakan Zian dengan Vino adalah cara bertutur kata yang lembut. Apa mungkin ini jurus ampuh seorang anak band yang playboy. Who knows?
“Sepertinya kamu nggak senang ya aku ajak makan ke sini ?”, tanyanya karena makanan yang sudah ada di hadapanku belum juga disantap.
“Tapi maaf sebenernya aku nggak laper”, jawabku singkat.
“Aku cuma mau kita saling menghargai. Aku akan merasa bersalah karena nggak hati-hati dan bikin orang lain sakit.”, nada bicaranya membuatku merasa tidak enak. Dia memang anak band tapi tidak seharusnya aku menyamakannya dengan Vino.
Tiba-tiba terdengar handphonenya berbunyi, lalu dia meminta maaf atas gangguan itu dan mengangkat teleponnya di depanku. Niat hati sih gak mau menguping tapi apa daya ngomongnya kedengeran sampai ke telingaku. Ujarku dalam hati sambil tertawa.
“Iya Ma, kenapa lagi ?. aku lagi makan sama temen nih. Nanti aku jagain mama kok di rumah sakit. Sabar ya Ma ”, hanya itu yang begitu jelas aku dengar.
Tanpa sadar aku teringat dengan mama yang sudah 3 tahun lalu meninggal. Dan mataku mulai berkaca-kaca tanpa sadar air mataku menetes. Dengan segera Zian memberikan saputangan berwarna coklat kepadaku bahkan menghapus air mata yang terlanjur jatuh ke pipiku. Aku tersadar dan mengambilnya untuk menutupi mataku yang merah.
***

“Makasih uda mau nganterin aku. Sampai ketemu nanti.”, kataku sambil tersenyum dan Zian pun membalas senyumanku dedngan senyum manisnya dari dalam mobil.
UPSS. Kenapa aku berharap bertemu dia lagi. Please Valen kamu gak boleh memulai sesuatu dengan anak band. Bagaimana kalau cerita ini berlanjut ?.
Aku memikirkan sesuatu yang mungkin terjadi nantinya.
Setelah kejadian menangis tadi, Zian mulai membuatku melupakan bahwa dirinya adalah seorang anak band. Sikapnya jauh berbeda dengan anak band lain. Dia begitu low profile dan ramah bahkan dia seperti melepas nama Band Outers ketika turun panggung dan menjadi Zian yang aku kenal saat ini. Keramahannya membuatku tanpa sadar memberikan nomor telponku padanya.
Terdengar suara handphoneku bordering. Nomor yang tidak aku kenal tapi mengapa aku begitu familiar dengan angka-angkanya ?. Dengan segera aku angkat teleponku.
“Valencia ?”, terdengar suara laki-laki diserang sana dengan nada halus.
“Iya. Ini siapa ?”, tanyaku bingung.
“Zian. Yang tadi. Aku udah di rumah sakit nih”, lanjutnya.
Kenapa begini ?. aku pikir akan biasa-biasa saja. Tetapi entah mengapa aku melupakan semua pantangan hidupku dan aku menjawab semua pertanyaan yang dia ajukan dengan senag hati dan kita bercerita berjam-jam sampai akhirnya aku menyudahkan telepon karena jam di kamar telah berada tepat pukul 1 dini hari.
Bagaimana kelanjutan hubungan mereka ?
Apakah trauma Valencia akan hilang setelah bertemu dengan Zian ?
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Trouma In Love Bagian 3"

Posting Komentar